Carut Marut Hubungan Industrial di Republik Goyang

Oleh: Fazri Mohehu . 1 Mei 2025 . 07:00:00

Rezkiawan Tantawi--Pengajar di Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Negeri Gorontalo

“PHK seolah sudah menjadi solusi default. Daya beli masyarakat turun, produksi diturunkan, lalu buruh dirumahkan”

Gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang menghantam Indonesia bukan lagi sekadar badai sesaat, melainkan telah menjelma menjadi musim yang tak kunjung reda. Kemnaker merilis dari 77 ribu orang di 2014 hingga menyentuh angka fantastis 80 ribu orang pada 2024, tren ini mencerminkan betapa rapuhnya struktur ketenagakerjaan nasional di tengah dinamika global maupun domestik. Kondisi ini semakin parah sejak pandemi Covid-19 menyerang, lalu perlahan mereda, namun tidak pernah kembali ke titik stabil. Tahun 2024, meski pandemi sudah berlalu, PHK justru kembali melonjak.

Penyebabnya bukan semata urusan pasar atau pandemi, tapi juga hasil racikan kebijakan yang "katanya" pro-investasi, namun malah menyingkirkan pekerja. Alih-alih memperkuat industri dalam negeri, pemerintah justru terlalu asyik memoles undangan bagi investor baru, tanpa cukup perhatian pada pelaku industri lama yang sudah berjasa menopang ekonomi bertahun-tahun. Kebijakan impor yang terlalu longgar membuat produk lokal terkapar tak berdaya. Ditambah dengan keterlambatan investasi pada mesin dan teknologi, industri kita tertinggal, tak kompetitif di mata global, apalagi domestik.

Tahun 2025 pun tidak memberi harapan lebih cerah justru makin pelik dengan politik dalam negeri yang tak menentu. Alokasi anggaran yang lebih fokus pada program populis seperti makanan bergizi gratis, sambil menyampingkan stabilitas ketenagakerjaan (anak kenyang, orang tua kehilangan pekerjaan). Ancaman baru berupa kenaikan PPN, pengurangan subsidi, dan naiknya premi BPJS akan makin menekan biaya operasional perusahaan. Dan seperti biasa, solusi tercepat dan termurah dari mereka yang duduk di ruang rapat adalah: PHK. Kondisi hubungan industrial pun semakin kompleks dengan adanya tekanan eksternal dari globalisasi. Kebijakan resiprokal tarif oleh Amerika Serikat turut menekan ekspor Indonesia.

PHK bukan hanya masalah statistik. Di balik angka-angka tersebut, terdapat kehidupan yang berubah, keluarga yang terpuruk, dan masa depan yang terancam. Ironisnya, sebagian besar PHK terjadi pada sektor-sektor padat karya seperti industri pengolahan, jasa, dan pertanian, sektor yang selama ini menjadi tumpuan penyerapan tenaga kerja terbesar.

PHK seolah sudah menjadi solusi default. Daya beli masyarakat turun, produksi diturunkan, lalu buruh dirumahkan. Apakah ini pola yang akan terus terjadi?

Jika kita menengok ke sejarah dan praktik internasional, kita akan menemukan pola hubungan industrial yang lebih adaptif. Hu, X., et al (2024) dalam studinya menyebutkan bahwa hubungan industrial tidak hanya bergantung pada sistem tripartite (pemerintah, pengusaha, dan serikat pekerja), tetapi juga melibatkan aktor internasional (LSM global, organisasi hak asasi manusia, lembaga donor, perusahaan multinasional) yang membawa "senjata" berupa otoritas politik, pengaruh ekonomi, mobilisasi publik, dan pelatihan profesional sebagai alat tawar-menawar dalam membentuk sistem hubungan kerja yang lebih berkeadilan. Ini untuk memastikan bahwa efisiensi tidak dilakukan dengan mengorbankan hak-hak pekerja. Sayangnya, paradigma ini belum sepenuhnya diadopsi secara serius dalam lanskap industri Indonesia saat ini.

Mengapa PHK selalu menjadi "solusi default" yang terus diulang dari tahun ke tahun? bukan karena tidak ada alternatif, tapi karena sistem tidak dibangun untuk menciptakan alternatif tersebut. Tidak ada mekanisme check and balance yang kuat dari aktor eksternal. Tidak ada dorongan internasional untuk menciptakan praktik industri yang berkelanjutan dan berkeadilan. Akibatnya, kebijakan seperti PP No. 35 Tahun 2021 justru mempercepat proses penghilangan pekerja tetap dengan dalih efisiensi.

Dalam perspektif yang berbeda, logika manajerial menekankan efisiensi jangka pendek jika terjadi tekanan pasar, menjadikan pengurangan tenaga kerja sebagai langkah yang cepat, terukur, dan langsung terlihat dampaknya dalam laporan keuangan. Pun demikian dalam pemikiran manajemen konvensional, keberhasilan sering kali diukur dari peningkatan laba, efisiensi biaya, dan respons cepat terhadap tekanan eksternal, sehingga PHK tampak sebagai pilihan yang rasional dan pragmatis.

Ini mencerminkan ketegangan antara logika pasar dan tanggung jawab sosial perusahaan. Pendekatan ini menunjukkan kurangnya visi jangka panjang dan lemahnya pemahaman manajerial terhadap pentingnya aset manusia sebagai sumber daya strategis. Di sinilah letak kegagalan manajemen dalam menginternalisasi prinsip keberlanjutan dan keseimbangan antara tujuan ekonomi dan sosial. Jadi, jawaban atas pertanyaan di atas bukan hanya karena alasan ekonomis, tetapi juga karena kelemahan dalam sistem manajerial dan kelembagaan yang belum mampu membentuk kultur perusahaan yang berkomitmen pada kesejahteraan pekerja secara jangka panjang.

Ironinya, pemerintah kita justru lebih sibuk membangun narasi pertumbuhan ekonomi lewat karpet merah investasi, tetapi lupa merawat pondasi industrinya sendiri. Pelaku lama dibiarkan mati pelan-pelan oleh derasnya arus impor dan stagnasi teknologi, lalu disalahkan ketika tak lagi mampu bersaing. Dan ketika mereka tak mampu bertahan, buruhlah yang menjadi korban pertama. Sementara itu, bantuan seperti Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) hanya sebatas "plester penahan luka" yang tidak pernah menyentuh sumber penyakitnya.

Agenda

26 - 28 Maret 2024

Asesmen Lapangan Pendirian Program Studi Doktor Ekonomi

Asesmen Lapangan Pendirian Program Studi Doktor Ekonomi

16 November 2023 - 7 Desember 2024

Pemilihan Dekan Fakultas Ekonomi

Pemilihan Dekan Fakultas Ekonomi Periode 2023 - 2027

19 - 21 Oktober 2023

TEMAN 10

Temu Masyarakat Akuntansi Multiparadigma Indonesia Ke-10

31 Juli - 02 Agustus 2023

Pra Kongres APE-LPTK Tahun 2023

Pra Kongres APE-LPTK Tahun 2023 akan di laksanakan di Hotel Aston Kota Gorontalo, Tanggal 31 Juli - 2 Agustus 2023