Gorontalo, 24 Juni 2025 - Laut bukan sekadar bentang biru di cakrawala, tetapi garda depan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Ia menyimpan harapan bagi pembangunan yang inklusif, pemberdayaan yang merata, serta pemanfaatan sumber daya alam yang lestari dan berkelanjutan. Inilah semangat utama dari konsep ekonomi birusebuah pendekatan yang menyeimbangkan antara pertumbuhan ekonomi, pelestarian lingkungan, dan keadilan sosial. Di Kabupaten Gorontalo, khususnya di dua kecamatan pesisir yaitu Batudaa Pantai dan Biluhu, semangat ini mulai disosialisasikan dan diedukasi sebagai langkah awal untuk membangun masa depan perikanan yang lebih mandiri, modern, dan berkelanjutan. Ekonomi biru bukan sekadar teori global, melainkan jalan nyata menuju transformasi kehidupan nelayan di tepi Teluk Tomini.
Perairan ini dikenal sebagai salah satu wilayah laut yang kaya akan keanekaragaman hayati dan komoditas bernilai tinggi seperti tuna, cakalang, tongkol, kakap, kerapu, hingga potensi budidaya rumput laut dan udang vaname. Terik matahari hampir sepanjang tahun, gelombang laut yang stabil, serta kecepatan angin yang cukup, menyempurnakan potensi kelautan dan energi terbarukan di wilayah ini. Namun ironisnya, kekayaan itu belum benar-benar menjadi berkah. Mayoritas nelayan lokal justru masih hidup dalam keterbatasan dan ketergantungan, terjebak dalam lingkaran kemiskinan struktural. Laut yang kaya justru menjadi panggung dari kenyataan pahit: produktivitas rendah, pendapatan tidak menentu, dan ketimpangan akses terhadap infrastruktur dasar.
Meski kaya akan sumber daya laut, nelayan di pesisir Batudaa Pantai dan Biluhu masih bergulat dengan empat masalah utama yang menghambat kemajuan sektor perikanan. Pertama, akses listrik yang terbatas membuat mereka sulit mengembangkan fasilitas pengolahan dan penyimpanan hasil tangkapan. Kedua, minimnya teknologi modern menyebabkan nelayan tetap bergantung pada peralatan tradisional yang kurang efisien. Ketiga, tingginya biaya operasional, terutama bahan bakar, terus menggerus pendapatan harian mereka. Dan keempat, kerusakan lingkungan akibat praktik penangkapan yang tidak ramah, seperti penggunaan bom ikan atau alat tangkap yang merusak ekosistem dasar laut, masih terjadi di beberapa titik. Dendi Nuzli, nelayan Desa Luluo Kecamatan Biluhu mengeluh, Kami ini bekerja keras, tapi tetap miskin. Ikan banyak, tapi karena tidak ada listrik dan es, kami jual murah atau malah busuk. Tantangan ini menunjukkan bahwa tanpa infrastruktur memadai dan kelembagaan yang kuat, potensi laut hanya akan menjadi kekayaan yang tak tergapai.
Blue Economy bukan hanya tentang menjaga laut tetap bersih dan lestari, tetapi juga tentang mengubah cara kita memandang dan memanfaatkan kekayaan laut untuk kemakmuran bersama. Sebagai sebuah strategi pembangunan berkelanjutan, ekonomi biru menempatkan laut sebagai sumber daya utama yang dikelola secara bijakmenghasilkan manfaat ekonomi tanpa mengorbankan keseimbangan ekosistem. Lebih dari sekadar konservasi, ekonomi biru adalah upaya transformasi ekonomi masyarakat pesisir melalui inovasi, teknologi ramah lingkungan, dan penguatan kelembagaan lokal. Dalam pendekatan ini, nelayan bukan lagi sekadar objek bantuan, melainkan aktor utama perubahan yang harus diberdayakan, dilibatkan, dan dimodernisasi agar mampu bersaing dalam rantai nilai perikanan yang lebih adil dan berkelanjutan.
Untuk menyiasati berbagai tantangan tersebut, tim peneliti Universitas Negeri Gorontalo yang terdiri dari Dr. Herwin Mopangga (bidang ilmu ekonomi pembangunan), Dr. Alfi Baruadi (bidang teknologi perikanan tangkap), dan Ervan Harun, ST. MT (bidang teknologi energi terbarukan) melakukan penelitian lapangan di dua kecamatan tersebut. Penelitian ini merupakan bagian dari skema Penelitian Fundamental Reguler mono tahun 2025 yang didanai oleh Direktorat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Kemdiktisaintek. Fokus utama penelitian ini adalah merumuskan kondisi eksisting dan potensi pengembangan energi surya (PLTS) sebagai solusi elektrifikasi sektor perikanan. Wilayah Batudaa Pantai dan Biluhu sangat potensial untuk pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), mengingat intensitas cahaya matahari di kawasan ini sangat tinggi sepanjang tahun. Energi matahari yang melimpah ini dapat diubah menjadi solusi strategis untuk mengatasi keterbatasan listrik di desa-desa pesisir. PLTS dapat mendukung operasional cold storage, unit pengolahan ikan, hingga elektrifikasi kapal nelayan. Kapal nelayan bertenaga listrik yang mengandalkan panel surya menjadi opsi masa depan yang tidak hanya hemat biaya operasional, tetapi juga ramah lingkungan dan mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil.
Keempat masalah utama sektor perikanan di Gorontaloketerbatasan listrik, rendahnya teknologi, mahalnya biaya operasional, dan kerusakan lingkunganmenjadi target intervensi dari riset ini. Melalui pendekatan lintas bidang dan kolaboratif, tim peneliti mencoba membangun model pembangunan ekonomi biru yang terintegrasi. Model ini memadukan energi terbarukan (PLTS), teknologi cerdas (smart fishing), sistem rantai dingin (cold storage), dan penguatan kapasitas kelembagaan nelayan. Tujuannya adalah untuk menghadirkan sistem perikanan yang lebih mandiri, efisien, dan berkelanjutan.
Pentingnya pemberdayaan masyarakat nelayan sebagai pelaku utama juga menjadi perhatian utama dalam penelitian ini. Ekonomi biru hanya akan berhasil jika nelayan diposisikan bukan sebagai objek bantuan, tetapi sebagai subjek pembangunan yang aktif, kreatif, dan berdaya. Melalui forum diskusi terfokus (FGD), wawancara mendalam, serta pelatihan-pelatihan teknologi, para nelayan diajak memahami konsep keberlanjutan, efisiensi energi, serta peluang usaha dari diversifikasi produk olahan laut.
Transformasi perikanan di pesisir Gorontalo tidak hanya berbicara tentang teknologi dan infrastruktur, tetapi juga menyentuh aspek sosial dan kelembagaan. Keberhasilan ekonomi biru sangat bergantung pada sinergi antara pemerintah daerah, akademisi, pelaku usaha, dan masyarakat nelayan itu sendiri. Program bantuan harus diarahkan pada pembangunan ekosistem usaha yang sehat, bukan sekadar distribusi alat tangkap atau subsidi bahan bakar. Investasi pada infrastruktur energi, pelatihan teknologi, dan penguatan koperasi nelayan menjadi kunci sukses jangka panjang.
Di balik semua tantangan dan keterbatasan, riset ini membuka harapan baru, bahwa laut bukan lagi sekadar tempat mencari ikan, tetapi ruang hidup yang produktif dan bermartabat. Dari sinar matahari yang tak pernah padam, Gorontalo punya peluang besar untuk membangun masa depan perikanan yang lebih cerah, lebih adil, dan lebih sejahtera. Energi surya bukan hanya menjadi sumber listrik, tapi simbol optimisme baru bagi nelayan yang selama ini hidup dalam ketidakpastian.
Langkah awal sudah dimulai. Dengan komitmen bersama dan dorongan kebijakan yang berpihak, model ekonomi biru berbasis energi terbarukan di Batudaa Pantai dan Biluhu dapat direplikasi di wilayah pesisir lain di Indonesia. Ini bukan sekadar inovasi lokal, melainkan kontribusi nyata bagi upaya nasional dalam membangun ketahanan pangan laut, transisi energi bersih, dan pembangunan rendah karbon. Saatnya laut Gorontalo tidak hanya menjadi cerita tentang potensi yang tak tergarap, tetapi menjadi sumber terang masa depan. Menjemput matahari di laut bukan lagi utopiaia kini menjadi langkah nyata, jalan baru bagi nelayan menuju sejahtera.
Asesmen Lapangan Pendirian Program Studi Doktor Ekonomi
Pemilihan Dekan Fakultas Ekonomi Periode 2023 - 2027
Temu Masyarakat Akuntansi Multiparadigma Indonesia Ke-10
Pra Kongres APE-LPTK Tahun 2023 akan di laksanakan di Hotel Aston Kota Gorontalo, Tanggal 31 Juli - 2 Agustus 2023