Dr. Robiyati Podungge, S.Pd.,M.AP--Dosen Pada Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Negeri Gorontalo
Perempuan Indonesia telah membuat kemajuan yang signifikan dalam berbagai bidang, termasuk pendidikan, karir, dan kepemimpinan. Namun, masih banyak perempuan yang menghadapi tantangan dalam mencapai keseimbangan antara kemampuan kerja dan kehidupan pribadi. Perempuan Indonesia seringkali dihadapkan pada tekanan untuk memenuhi peran ganda sebagai pekerja dan pengasuh keluarga. Mereka harus mengelola waktu dan energi untuk memenuhi tuntutan kerja dan kebutuhan keluarga. Selain itu, perempuan juga seringkali menghadapi diskriminasi dan stereotip yang dapat mempengaruhi kemampuan mereka untuk mencapai kesuksesan dalam karir. Ketidakseimbangan antara kemampuan kerja dan kehidupan pribadi dapat memiliki dampak yang signifikan pada kesehatan mental dan fisik perempuan. Mereka dapat mengalami stres, kelelahan, dan kehilangan motivasi. Selain itu, ketidakseimbangan ini juga dapat mempengaruhi hubungan dengan keluarga dan teman.
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) perempuan Indonesia mencapai 55,41% pada Februari 2024. Pada tahun 2022, sebanyak 52,74 juta pekerja perempuan di Indonesia, yang setara dengan 38% dari total pekerja. Namun, kesenjangan angkatan kerja perempuan masih ada, dengan hanya 33,52% pekerja di Indonesia yang merupakan perempuan pada tahun 2023. Badan Pusat Statistik (BPS) juga mencatat bahwa 48,65% perempuan berprofesi sebagai tenaga profesional pada tahun 2022.
Khusus di wilayah provinsi Gorontalo, pemberdayaan Perempuan dan perlindungan anak menjadi kebijakan pemerintah provisi Gorontalo sejak provinsi ini resmi berdiri. Perempuan merupakan salah satu unsur yang menjadi subyek sekaligus obyek Pembangunan, sehingga kondisi dan kualitas Perempuan menjadi hal penting untuk ditingkatkan. Kondisi dan kualitas Perempuan ditunjukkan dengan Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) dan Indeks Pembangunan Gender (IPG). Kedua indikator ini menunjukkan bahwa Pembangunan dan pemberdayaan Perempuan di Provinsi Gorontalo menunjukkan tren positif. Sampai dengan tahun 2022 IPG Provinsi Gorontalo berada pada angka 88,12. Sementara IDG provinsi Gorontalo pada tahun yang sama sebesar 71,20. Untuk mengukur perkembangan pencapaian kesetaraan, juga digunakan Indeks Ketimpangan Gender (IKG). IKG adalah ukuran ketimpangan Gender yang menunjukkan capaian Pembangunan manusia yang kurang optimal karena ketimpangan antara Perempuan dengan laki-laki (Bapenas, 2023). Terdapat tiga dimensi pembentuk IKG, yaitu dimensi Kesehatan reproduksi, dimensi pemberdayaan dan dimensi pasar tenaga kerja. (sumber: RPJPD Provinsi Gorontalo 2025-2045).
Dalam beberapa dekade terakhir, peran perempuan dalam dunia kerja mengalami transformasi yang signifikan. Perempuan kini tidak hanya diposisikan sebagai pelengkap dalam lingkup profesional, tetapi juga sebagai aktor utama yang berkontribusi besar dalam berbagai sektor, mulai dari pendidikan, kesehatan, bisnis, hingga pemerintahan. Keberadaan wanita karir sebagai bagian penting dalam roda ekonomi dan sosial tidak lagi dapat dipandang sebelah mata. Namun, peningkatan partisipasi perempuan dalam dunia kerja ini membawa tantangan tersendiri, salah satunya adalah bagaimana mereka menjaga keseimbangan antara kehidupan profesional dan kehidupan personal, konsep yang dikenal dengan istilah work-life balance.
Work-life balance menjadi topik yang semakin mendapat perhatian, terutama ketika menyangkut perempuan yang memiliki banyak peran sekaligus. Di samping menjalankan pekerjaan atau karirnya, perempuan sering kali masih dihadapkan pada ekspektasi sosial untuk menjalankan peran domestik, seperti menjadi istri, ibu, dan pengelola rumah tangga. Tekanan ini diperparah oleh budaya patriarki yang masih mengakar di banyak masyarakat, di mana perempuan dianggap bertanggung jawab utama terhadap urusan rumah tangga, terlepas dari apakah ia bekerja di luar rumah atau tidak. Akibatnya, banyak wanita karir yang merasa terjebak dalam “perang peran” antara tuntutan profesional dan kebutuhan pribadi.
Fenomena ini tidak hanya berdampak pada kondisi fisik dan psikologis individu, tetapi juga berpengaruh terhadap produktivitas kerja, kualitas hubungan sosial, serta kepuasan hidup secara keseluruhan. Berbagai studi menunjukkan bahwa beban ganda yang dialami oleh perempuan karir dapat menimbulkan stres berkepanjangan, kelelahan emosional, dan bahkan berujung pada gangguan kesehatan mental seperti kecemasan dan burnout. Lebih jauh lagi, ketidakseimbangan ini dapat menyebabkan ketidakpuasan dalam pekerjaan, konflik dalam keluarga, dan menurunnya kualitas hidup
Dalam konteks dunia kerja, masih banyak perusahaan atau institusi yang belum memiliki sistem pendukung yang memadai untuk membantu karyawan, khususnya perempuan, dalam mengelola peran ganda mereka. Kebijakan seperti cuti melahirkan, jam kerja fleksibel, opsi kerja jarak jauh, serta fasilitas penitipan anak, seringkali belum tersedia atau belum diterapkan secara maksimal. Bahkan ketika kebijakan tersebut ada, budaya kerja yang menuntut loyalitas tinggi, lembur, serta keterhubungan konstan melalui teknologi, menjadi penghambat utama dalam mewujudkan work -life balance yang sehat
Di sisi lain, tantangan ini juga membuka peluang bagi perempuan untuk mendefinisikan ulang konsep work-life balance itu sendiri. Banyak wanita karir mulai menyadari bahwa keseimbangan bukanlah tentang membagi waktu secara adil antara kerja dan kehidupan pribadi, melainkan tentang menciptakan harmoni sesuai dengan nilai dan prioritas masing-masing individu. Dalam hal ini, melampaui batas menjadi kunci penting yakni keberanian untuk menetapkan batasan yang sehat, keberanian untuk mengatakan “tidak” pada ekspektasi sosial yang tidak realistis, dan kemampuan untuk menata hidup dengan kesadaran penuh akan apa yang benar-benar penting.
Perubahan paradigma ini mencerminkan bahwa work-life balance bukanlah kondisi statis, melainkan proses yang dinamis. Setiap individu, terutama perempuan, memiliki konteks yang unik. Ada yang menjadi ibu tunggal, ada yang menjalani karir sambil merawat orang tua, ada pula yang tengah mengejar pendidikan sambil bekerja. Karena itu, solusi yang dibutuhkan pun harus bersifat personal, inklusif, dan fleksibel. Bukan hanya sekadar mencari waktu luang, tetapi membangun sistem pendukung yang memungkinkan perempuan menjalani hidup secara utuh, baik di ranah kerja maupun pribadi.
Masyarakat pun dituntut untuk ikut serta dalam menciptakan ekosistem yang sehat bagi perempuan karir. Hal ini bisa dimulai dari keluarga yang saling mendukung, pasangan yang berbagi peran secara setara, hingga institusi kerja yang ramah terhadap kebutuhan karyawan. Perubahan budaya ini tentu membutuhkan waktu dan konsistensi, namun sangat mungkin dicapai jika ada kesadaran kolektif bahwa keseimbangan hidup bukan hanya isu perempuan semata, melainkan tanggung jawab bersama.
Dalam konteks Indonesia, tantangan ini menjadi semakin kompleks dengan adanya berbagai faktor kultural dan struktural yang mempengaruhi posisi perempuan dalam masyarakat. Ketimpangan gender, stereotip peran perempuan, serta keterbatasan akses terhadap fasilitas pendukung seperti daycare dan jam kerja fleksibel masih menjadi hambatan besar. Oleh karena itu, penting untuk terus mendorong dialog dan kebijakan yang berpihak pada kesetaraan, tidak hanya dalam hal kesempatan kerja, tetapi juga dalam hal dukungan terhadap kehidupan pribadi para pekerja perempuan.
Work-Life Balance (WLB) adalah konsep yang mengacu pada kemampuan individu untuk mencapai keseimbangan antara kehidupan kerja dan kehidupan pribadi. Konsep ini menjadi semakin penting dalam era modern, di mana tuntutan kerja yang meningkat dan perubahan gaya hidup dapat mempengaruhi keseimbangan antara kehidupan kerja dan kehidupan pribadi. WLB dapat didefinisikan sebagai kemampuan individu untuk mengelola waktu, energi, dan sumber daya untuk mencapai keseimbangan antara kehidupan kerja dan kehidupan pribadi (Greenhaus & Allen, 2010). Dimensi WLB meliputi: Keseimbangan waktu antara kehidupan kerja dan kehidupan pribadi (Clark, 2000), Keseimbangan energi antara kehidupan kerja dan kehidupan pribadi (Hill, 2005), dan Keseimbangan sumber daya antara kehidupan kerja dan kehidupan pribadi (Eagle et al., 1997).
Di era modern yang penuh dinamika, semakin banyak wanita yang mengambil peran aktif dalam dunia profesional. Mereka bukan hanya menjadi bagian dari tenaga kerja, tetapi juga menduduki posisi strategis yang menentukan arah perusahaan, organisasi, bahkan bangsa. Namun, di balik pencapaian itu, tersimpan tantangan besar yang tak selalu terlihat: menjaga keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi atau yang dikenal dengan istilah work-life balance. 1. Dilema Ganda: Profesional dan Personal. Wanita karir seringkali dihadapkan pada tuntutan ganda yakni menjadi profesional yang kompeten sekaligus ibu, istri, anak, atau sosok yang berperan penting dalam lingkup keluarga. Ketika tanggung jawab di tempat kerja menumpuk, sering kali muncul rasa bersalah karena waktu untuk keluarga berkurang. Sebaliknya, ketika fokus pada rumah tangga, pekerjaan bisa saja terbengkalai. Tekanan ini membuat banyak wanita merasa seolah harus "memilih" salah satunya. 2. Melampaui Konsep Tradisional Work-Life Balance. Work-life balance sering dimaknai sebagai pembagian waktu yang "ideal" antara pekerjaan dan kehidupan pribadi. Namun, kenyataannya, tidak ada rumus pasti yang berlaku untuk semua orang. Bagi wanita karir, kuncinya bukan hanya soal membagi waktu secara adil, melainkan bagaimana mereka bisa melampaui batas yakni menciptakan harmoni yang fleksibel dan sesuai dengan nilai serta prioritas pribadi. 3. Strategi Mengatasi Tantangan Work-Life Balance. Berikut beberapa strategi yang dapat membantu wanita karir untuk tetap tangguh dan seimbang: Prioritaskan dengan Bijak: Tidak semua hal penting harus diselesaikan hari ini. Belajar memilah antara hal yang urgent dan yang important akan membantu mengurangi beban mental. Delegasi dan Kolaborasi: Jangan ragu untuk berbagi tanggung jawab, baik di rumah maupun di kantor. Suami, rekan kerja, atau anggota keluarga lain bisa diajak bekerja sama. Bangun Sistem Pendukung: Lingkungan yang suportif baik pasangan, keluarga, maupun tempat kerja sangat berperan besar dalam menciptakan keseimbangan. Tetapkan Batasan Sehat: Jangan takut mengatakan "tidak" pada hal-hal yang menguras tenaga atau melampaui kapasitas. Menjaga batasan adalah bentuk menghargai diri sendiri. Self-Care Bukan Egois: Luangkan waktu untuk merawat diri. Baik fisik, mental, maupun emosional. Seseorang tidak bisa menuangkan dari gelas yang kosong.
Banyak tokoh wanita sukses yang membuktikan bahwa karir cemerlang bisa berjalan beriringan dengan kehidupan pribadi yang sehat. Mereka tidak selalu punya jalan yang mulus, namun mereka konsisten dalam membuat pilihan sadar dan menetapkan prioritas. Mereka tidak mencari keseimbangan yang sempurna, tetapi menjalani hidup dengan kesadaran dan keberanian. Work-life balance bukan tujuan akhir, melainkan proses yang terus berubah sesuai fase kehidupan. Yang terpenting adalah kemampuan untuk beradaptasi, menjaga kesehatan mental, dan tetap setia pada nilai-nilai pribadi. Bagi wanita karir, melampaui batas bukan berarti melupakan diri sendiri, melainkan menemukan kekuatan untuk mengelola hidup secara utuh dengan cinta, kerja keras, dan kebijaksanaan.
“SELAMAT HARI KARTINI TERUNTUK PEREMPUAN-PEREMPUAN HEBAT INDONESIA”
Asesmen Lapangan Pendirian Program Studi Doktor Ekonomi
Pemilihan Dekan Fakultas Ekonomi Periode 2023 - 2027
Temu Masyarakat Akuntansi Multiparadigma Indonesia Ke-10
Pra Kongres APE-LPTK Tahun 2023 akan di laksanakan di Hotel Aston Kota Gorontalo, Tanggal 31 Juli - 2 Agustus 2023